Monday 11 January 2010

Mempertahankan Orisinalitas Gambar

Melalui kamera dan cahaya, seorang fotografer dapat mengungkapka gagasan dan pesan kreatifnya. Pada dasarnya fotografi adalah sebuah kegiatan melukis dengan cahaya. Pencahayaan yang baik seringkali menghasilkan foto berkualitas.

Di sisi lain, gue melihat cahaya, fungsi cahaya bukan hanya sekadar bahan dasar foto. Tetapi gue juga melihat, dengan cahaya seorang fotografer dapat bercerita lebih baik dan karakter obyek pun dapat diungkapkan. Tak heran, jika hasilnya banyak memberikan manfaat dan salah satunya adalah untuk kegiatan komersial yaitu: iklan

Seiring dengan itu, tak heran bila fotografi komersial kian tumbuh dikarenakan menjadi sebuah media komunikasi visual dalam menyampaikan sebuah pesan. Nah, untuk proses pembuatan foto jenis ini, ada beberapa pihak yang terlibat di luar fotografer itu sendiri. Namun saat ini gue tidak ingin bicara bagian-bagian tersebut satu per satu. Gue hanya ingin sedikit menyoroti perbedaan yang cukup mencolok antara fotografi komersial sekarang dengan 25 tahun lalu yang gue kenal.

Meski saat ini eranya serba simple dan mudah, namun bukan berarti menggampangkan segala sesuatu. Menurut gue, antara fotografer dan creative director sama-sama menyadari, bahwa proses kreatif itu tidak bisa instan dan harus selalu mengikuti konsep yang sudah ada. Adanya kesadaran ini secara tidak langsung akan menstimulus munculnya ide-ide kreatif yang baru dan orisinil. Selain itu fotografer menjadi lebih percaya diri terhadap kemampuannya dan tidak lagi mengandalkan Digital Imaging (DI) sebagai tumpuan utama.

Pada dasarnya DI memang diperlukan oleh fotografer apalagi dalam dunia fotografi digital seperti saat ini. Akan tetapi DI tersebut tidak harus menjadi satu-satunya media membuat sebuah foto menjadi bagus. Karena jika hal tersebut dilakukan, maka fotografer tidak lagi konsentrasi dengan masalah cahaya. Seperti yang udah gue bilang tadi, bahwa motret itu adalah melukis dengan cahaya.

Tak heran kalau gue sering melihat beberapa fotografer sedikit kesulitan soal cahaya yang tidak teratur, saat pemotretan out door atau on location. Padahal andai saja sedikit mau berpkir, kita bisa memanfaatkan keadaan sekitar dengan mengambil atmosfirnya atau mengexpose embien-embien cahaya yang ada. Dengan demikian kita bisa meminimalize kerja editing.

Bahkan seorang ahli DI jika memahami soal lighting, secara tidak langsung akan mempermudah dan mempercepat pekerjaannya. Mengingat pentingnya lighting dalam fotografi, maka gue tak pernah berhenti memberikan input kepada teman2 fotografer untuk terus belajar mengenai lighting secara benar. Karena sudah jelas bahwa fotografi adalah cahaya, tidak ada cahaya tidak ada foto. Kamera hanya media perangkat untuk menangkap cahaya. Baik itu cahaya buatan maupun matahari guna menciptakan sebuah foto. Karena itu gunakanlah kamera sebaik mungkin dan maksimalkan potensinya.

Kembali ke soal konsep pemotretan komersial. Sedikit menengok ke belakang. Beberapa tahun lalu, Gue pernah baca Biography seorang creative director namanya Bapak Cahyono (almarhum). Setiap kali akan melakukan pemotretan, dia selalu membuat gambar terlebih dahulu. Sesudah itu, beliau berdiskusikan kepada fotografer sambil memperlihatkan gambarnya sebagai konsep foto iklan.

Dengan adanya sket yang menjadi guidance dan pre visualisasi, membuat saya langsung memiliki bayangan apa yang harus dikerjakan dan digunakan ketika memotret. Misalnya, menggunakan lensa apa, lighting harus bagaimana serta komposisinya seperti apa dan sebagainya. Jadi seperti yang udah gue bilang tadi di atas bahwa konsep mempunyai peran yang sangat penting terhadap keberhasilan suatu pemotretan komersial. Jadi menurut gue foto komersial yang bagus secara visual dia memiliki kedalaman filosofi yang baik, dari sisi fotografi bisa dipertanggungjawabkan dan konsepnya orisinil serta menarik.

Oleh karena itu, alangkah indahnya bila masing-masing mengerti akan porsi kegiatannya masing-masing sehingga terjalin sebuah kolaborasi dan sinergitas yang saling mengisi. Karena pada sisi-sisi tertentu seorang fotografer itu harus mempunyai independensi. Kebebasan itu bukan bentuk untuk mengunggulkan egonya. Tapi lebih untuk memberi ruang bagi fotografer tersebut untuk bisa lebih berkreasi sesuai karakternya. Karena saat ini sudah agak jarang seorang fotografer mempunyai warnanya sendiri. Semua foto karakternya sama dan kebanyakan lebih menonjolkan Digital Imaging (DI).

Gue sendiri Bukan nya anti DI. Tapi jika hanya mengandalakan DI semata, gue takut kepekaan terhadap fotografi itu sendiri menjadi tidak ada. Padahal fotografi itu adalah sebuah perjalanan hidup kita dalam melakukan sebuah eksplorasi. Jika filosofi ini saja tidak bisa kita pegang, bagaimana kita bisa menjadi fotografer yang baik.

[kutipan dari Darwis Triadi]

[input] Which Better...?

Share with me